Kamis, 04 Oktober 2012

Tumbuhan paku dan pemanfaatanna

I.1 Latar Belakang



Indonesia merupakan suatu Negara yang memiliki hutan tropis terluas ketiga didunia setelah amazon dan seire. Negara Indonesia termaksud Negara yang memiliki 2 iklim sehingga Negara Indonesia ini kaya akan keanekaragaman flora dan fauna. Disamping itu Negara Indonesia itu sendiri berada di kawasan khatulistiwa yang membuat kondisi geologis dari Negara Indonesia ini sangat strategis untuk dihuni beraneka ragam flora yang salah satunya adalah tumbuhan Pteriodophita. Total spesies tumbuhan paku yang diketahui hampir 10.000 (diperkirakan 3000 di antaranya tumbuh di Indonesia). Tumbuhan ini cenderung menyukai kondisi air yang melimpah karena salah satu tahap hidupnya tergantung dari keberadaan air, yaitu sebagai tempat media bergerak sel sperma menuju sel telur. Tumbuhan paku pernah merajai hutan-hutan dunia di Zaman Karbon sehingga zaman itu dikenal sebagai masa keemasan tumbuhan paku.
Tumbuhan paku (Pteridophyta) adalah divisi dari kingdom Plantae yang anggotanya mempunyai kormus, artinya tubuhnya dengan nyata dapat dibedakan dalam tiga bagian pokoknya yaitu akar, batang,dan daun. Namun pada tumbuhan paku belum dihasilkan biji. Tumbuhan paku sering disebut juga dengan kormofita berspora karena berkaitan dengan adanya akar, batang, daun sejati, serta bereproduksi aseksual dengan spora. Tumbuhan paku juga disebut sebagai tumbuhan berpembuluh (Tracheophyta) karena memiliki pembuluh pengangkut yaitu xilem dan floem. Secara umum bentuk tumbuhan paku bermacam-macam, ada yang berupa pohon (paku pohon, biasanya tidak bercabang), epifit, mengapung di air, hidrofit, tetapi biasanya berupa terna dengan rizoma yang menjalar di tanah atau humus dan ental (bahasa Inggris frond) yang menyangga daun dengan ukuran yang bervariasi (sampai 6 m). Ental yang masih muda selalu menggulung (seperti gagang biola) dan menjadi satu ciri khas tumbuhan paku. Daun pakis hampir selalu daun majemuk. Sering dijumpai tumbuhan paku mendominasi vegetasi suatu tempat sehingga membentuk belukar yang luas dan menekan tumbuhan yang lain.
Tumbuhan paku memiliki peran penting dalam ekosistem hutan yaitu untuk membatu tumbuhan tingkat tinggi memproduksi oksigen, serasah tumbuhan paku ini dapat memfosil  yang kemudian akan mengalami mineralisasi sebagai  batu bara ( membutuhkan waktu yang sangat lama), dan pada umumnya akar tumbuhan paku biasa digunakan sebagai media tumbuha dalam budidaya angrek. Selain itu beberpa manfaat penting lainnya  tumbuhan paku yang bernilai ekonomi, yang belum banyak diketahui oleh masyarakat luas sehingga perlunya dilakukan pengkajian lebih mendalam mengenai tumbuhan paku menggingat pentingnya tumbuhan paku, sehingga dilakukan penulisan makalah mengenai manfaat tumbuhan yang bernilai ekonomi.




I.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah dalam penulisan makalah ini yaitu apa manfaat dari tumbuhan paku (Pteridophyta) yang bernilai ekonomi bagi masyarakat?

I.3 Tujuan
         Tujuan dalam penulisan makalah ini yaitu untuk mengetahui manfaat yang diberikan dari tumbuhan paku yang bernilai ekonomi bagi masyarakat

I.4 Manfaat
         Manfaat dalam penulisan makalah ini yaitu memberikan informasi kepada masyarakat mengenai manfaat dari tumbuhan paku, dan sebagai bahan pembelajaran mengenai tumbuhan paku.

 

II. TINJAUAN PUSTAKA
II.1.  Keanekaragaman Tumbuhan 

Tumbuhan paku dalam dunia tumbuh-tumbuhan termasuk golongan besar atau  Divisi Pteridophyta (pteris = bulu burung; phyta = tumbuhan), yang diterjemahkan secara bebas berarti tumbuhan yang berdaun seperti bulu burung. Tumbuhan paku  merupakan tumbuhan peralihan antara tumbuhan bertalus dengan tumbuhan berkormus, sebab paku mempunyai campuran sifat dan bentuk antara lumut dengan tumbuhan tingkat tinggi (Raven et al., 1992). Indonesia dikenal sebagai salah satu pusat keanekaragaman hayati yang utama  di dunia. Walaupun luasnya hanya meliputi 1,3% permukaan bumi namun kawasan  ini mengandung berbagai jenis makhluk hidup. Ditinjau dari keanekaragaman tumbuhan ditemukan 225-300 jenis bakteri dan alga biru, 4.280-12.000 jenis jamur  (Fungi), 1.000-18.000 jenis ganggang (Alga), 1500 jenis lumut (Bryophyta), 1.250-1.500 jenis paku-pakuan (Pteridophyta), 100 jenis Gymnospermae dan 2500-30.000 jenis tumbuhan berbunga (Angiospermae) dengan 100-150 suku tumbuhan (Hasairin et al, 1997).
II.2.  Ciri-ciri Khas Tumbuhan Paku            
Tumbuhan paku merupakan suatu divisi tumbuhan kormus, artinya tumbuhnya dengan nyata dapat dibedakan atas akar, batang dan daun. Namun demikian, tumbuhan paku belum menghasilkan biji. Alat perkembangbiakan Universitas Sumatera Utara tumbuhan paku yang utama adalah spora. Oleh sebab itu ahli taksonomi membagi dunia tumbuhan dalam dua kelompok yaitu Cryptogamae dan Phanerogamae (Tjitrosoepomo, 1991). Menurut Rismunandar dan Ekowati (1991), Pteridophyta disebut dengan nama Tracheopyta yang berarti tumbuhan yang berjaringan pembuluh. Jaringan pembuluh ini terdiri atas 2 yaitu:  a.  Pembuluh kayu (xylem), berfungsi mengangkut air dan garam-garam tanah dari akar kebagian atas  hingga daun.  b.  Pembuluh tapis (floem), berfungsi mengangkat hasil asimilasi dari daun keseluruh bagian organ termasuk akar.  
Tumbuhan Tracheophyta mengadakan perkawinan dengan menghasilkan spora dan dapat tumbuh menjadi tumbuhan paku. Ciri-ciri khas dari paku-pakuan  adalah: a.Membentuk sporangia yang sangat besar jumlahnya. b.Sporangia dibentuk di bagian bawah sporofil. c.Sperma masuk kedalam telur arkegonium dengan persaingan langsung.
 




II.3.  Asal Daerah Persebaran Tumbuhan Paku
               Menurut Tjitrosomo  et al.,  (1983), Pteridophyta hidup tersebar luas  dari tropika yang lembab sampai melampaui lingkaran Arktika. Jumlah yang teramat besar dijumpai di hutan-hutan hujan tropika dan juga tumbuh dengan subur di daerah beriklim sedang, di hutan-hutan, padang rumput yang lembab, sepanjang sisi jalan dan sungai.  Jones dan Luchsinger (1986) melaporkan di muka bumi ini terdapat 13.000 jenis Pteridophyta. Di kawasan Malesiana yang terdiri dari hampir sebagian besar kepulauan Indonesia, Philipina, Guinea, dan Australia Utara diperkirakan terdapat 4000 jenis paku yang mayoritasnya Filicinae (Whitten dan Whitten, 1995). Menurut Loveless (1999), paku diwakili oleh kurang dari 10.000 jenis yang hidup, tetapi karena ukurannya yang besar dan penampilannya yang khas, tumbuhan paku merupakan komponen vegetasi yang menonjol. Melihat cara tumbuhnya, tumbuhan paku hidup di alam, ada yang menempel di batang pohon atau tumbuh di tanah. Masing-masing jenis atau kelompok tumbuhan paku memiliki lingkungannya sendiri, pada lingkungan sejuk, terlindung, terkena panas sinar matahari langsung (Sastrapradja et al., 1985).
II.4.  Ekologi Tumbuhan Paku
Tumbuhan paku memiliki daya adaptasi yang cukup tinggi, sehingga tidak jarang dijumpai paku dapat hidup di mana-mana, diantaranya di daerah lembab, di bawah pohon, di pinggiran sungai, di lereng-lereng terjal, di pegunungan bahkan banyak yang sifatnya menempel di batang pohon, batu atau tumbuh di atas tanah. Jenis-jenis paku epifit yang berbeda, juga akan berbeda kebutuhannya terhadap cahaya. Ada yang menyenangi tempat terlindung dan ada sebagian pada tempat tertutup (Wiesner (1907), Went (1940) dalam Hasar dan Kaban, (1997)). Kondisi lingkungan di hutan tertutup ditandai dengan sedikitnya jumlah sinar yang menembus kanopi hingga mencapai permukaan tanah dan kelembaban udaranya sangat tinggi. Dengan demikian paku hutan memiliki kondisi hidup yang seragam dan lebih terlindung dari panas. Kondisi ini dapat terlihat dari jumlah paku yang dapat beradaptasi dengan cahaya matahari penuh tidak pernah dijumpai di hutan yang benar-benar tertutup. Beberapa paku hutan tidak dapat tumbuh di tempat yang dikenai cahaya matahari (Holtum, 1986).  Paku yang menyenangi sinar matahari ìsun-fernî selain ada yang membentuk belukar dan ada juga yang memanjat. Sebagian kecil  ìsun-fernî tumbuh di tempat yang benar-benar terbuka. Namun demikan memerlukan juga lindungan dari sinar matahari. Sehingga sering ditemukan tumbuh di antara tumbuhan lain, tidak terisolasi. Paku yang berbentuk belukar membuat sendiri naungannya dengan cara membuat rimbunan yang terdiri dari daun-daunan (Richard, 1952).
II.5.  Botani Sistematika Tumbuhan Paku 
Tumbuhan paku dapat diklasifikasikan berdasarkan jenis dan ukuran spora yang dihasilkan, sifat anulus, letak sporangium, dan sorusnya pada daun. Divisi Pteridophyta dibagi menjadi 4 kelas, yaitu Psilophytinae, Equisetinae, Lycopodinae dan Filicinae.
a.       Kelas Psilophytinae (Paku purba)
Anggota paku kelas ini telah lama punah. Oleh karena itu orang sering  menyebutnya dengan nama paku purba. Contoh: Psilotum nudum
b.      Kelas Equisetinae (Paku ekor kuda)
Seperti halnya kelas Psilophytinae sebagian besar anggota paku ekor kuda  juga sudah banyak yang punah. Umumnya paku ekor kuda memiliki batang berupa rhyzoma. Cabang-cabang batangnya beruas-ruas. Pada ujung cahang batang sering ditemukan badan bulat disebut elatern. Badan ini merupakan penghasil spora. Contoh: Equisetum debile dan Equisetutn arvense 
c.       Kelas Lycopodinae (Paku rambut atau Paku kawat)
Kelas ini dibagi menjadi dua ordo yaitu: 1)  Ordo Selaginellales,  Family : Selaginellaceae  Spesies : Selagenella weldonowi . 2)  Ordo Lycopodiales, Family : Lycopodiaceae Spesies : Lycopodium clavatum
d.      Kelas Filicinae (Paku sejati)
Paku kelompok ini paling banyak anggota spesiesnya. Habitatnya di darat, air dan ada pula yang hidup menumpang pada tumbuhan lain sebagai epifit. Kelas ini mencakup beberapa sub kelas, yaitu: 1)  Sub kelas Eusporangiatae, Ordo : Marattiales,  Family : Marattiaceae,Spesies : Christensenia aescul. 2)  Sub kelas Hydropterides Semua anggota sub kelas ini hidup di air. Jadi, termasuk tumbuhan hidrofit. Dibagi atas dua family, yaitu:  Family : Salviniaceae , Spesies : Salvinia natans, Family : Marciliaceae, Spesies : Marcillea crenata. 3) Sub kelas Leptosporangiatae,  Family : Schyzaeceae, Spesies : Lygodiun circinatum. Family: Hymenophillaceae, Spesies : Hymenophillum austrate. Family : Cyatheaccae, Spesies : Cyathea conlarninans. Family : Gleicheinaceae, Spesies : Gleichenia linearis (Paku resam). Family : Davalliaceae, Spesies : Dava irichoinonuies. Family : Aspleniaceae, Spesies : Asplenium nidus (Paku sarang burung), Family : Pteridaceae, Spesies : Adiantum peruvianum (Suplir gunung), Family : Polypodiaceae, Spesies : Draymoglosum phaseolides (Sisik naga), Family : Acrostichaceae, Spesies : Platycerurn bifurcatum (Tanduk rusa) , (Tjitrosoepomo, 1991).
II.6.  Distribusi Tumbuhan Paku
Hutan pegunungan terdapat zona-zona vegetasi, dengan jenis dan struktur dan penampilan yang berbeda. Zona-zona vegetasi tersebut dapat dikenali di semua gunung di daerah tropis meskipun tidak ditentukan oleh ketinggian saja. Di dataran rendah, semua zona vegetasi lebih sempit, sedangkan di gunung yang tinggi atau di bagian yang tengah suatu jajaran pegunungan, zona itu lebih luas (Mackinnon, 2000). Namun dengan naiknya ketinggian tempat, pohon-pohon semakin pendek, kelimpahan epifit serta tumbuhan pemanjat berubah (Anwar et al., 1984).
Umumnya di daerah pegunungan, jumlah jenis paku lebih banyak daripada  di dataran rendah. Ini disebabkan oleh kelembaban yang lebih tinggi banyaknya aliran air dan adanya kabut. Banyaknya curah hujanpun mempengaruhi jumlah paku yang dapat tumbuh (Sastrapradja et al., 1980). Pada daerah tropis dan subtropis, tumbuhan paku-pakuan berada di tempat-tempat yang lembab, di bawah pepohonan, di pinggir jalan maupun sungai,  di pegunungan, di lereng-lereng yang terjal hingga dekat kawah gunung berapi bahkan sampai di sungai-sungai. Melihat cara tumbuhnya, paku di alam cukup beragam, ada yang menempel di batang pohon, batu atau tumbuh di tanah. Pada lingkungan yang sejuk terlindung atau panas kena sinar matahari langsung. Masing-masing jenis atau kelompok memiliki lingkungannya sendiri (Sastrapradja & Afriastini, 1985). Menurut Faizah (2002), suhu udara, suhu tanah dan intensitas cahaya berpengaruh sangat nyata terhadap keanekaragaman Chaytea  spp di hutan Tongkoh kawasan Tahura Bukit Barisan Sumatera Utara. Di lokasi terbuka beberapa epifit berhasil tumbuh di tanah. Namun di hutan mereka sangat tergantung pada inangnya, untuk tempat hidup bukan sebagai sumber makanan. Epifit tidak membutuhkan makanan organik dari tumbuhan lain. Epifit memainkan peranan yang penting dalam ekosistem hutan hujan sebagai habitat bagi beberapa hewan (Richard, 1952). Menurut LIPI (1980), menyatakan bahwa paku epifit ikut membantu dalam mempertahankan kelembaban lapisan vegetasi dasar karena mampu beradaptasi terhadap kekeringan.  Vegetasi pada pegunungan sangat dipengaruhi oleh perubahan iklim pada ketinggian yang berbeda-beda. Suhu menurun secara teratur sejalan dengan ketinggian yang meningkat (Ewusie, 1990). Selanjutnya Anwar  et al., (1984), menyatakan bahwa laju penurunan suhu umumnya sekitar 0,6°C setiap penambahan ketinggian sebesar 100 m. Tetapi hal ini berbeda-beda tergantung kepada tempat, musim, waktu, kandungan uap air dalam udara dan lain sebagainya. 
II.7.  Manfaat Tumbuhan Paku
Tumbuhan paku banyak ragamnya. Banyak diantaranya yang mempunyai bentuk yang menarik sehingga bagus untuk dijadikan sebagai tanaman hias. Selain sebagai tanaman hias, paku dapat pula dimanfaatkan sebagai sayuran berupa pucuk-pucuk paku. Dari segi obat-obatan tradisional, paku pun tidak luput dari kehidupan manusia. Ada jenis-jenis yang daunnya dipakai untuk ramuan obat, ada pula yang rhizomanya. Batang paku yang tumbuh baik dan yang sudah keras, diperuntukkan untuk berbagai keperluan. Tidak jarang sebagai tiang rumah, paku dipakai untuk pengganti kayu, batang paku diukir untuk dijadikan patung-patung yang dapat ditempatkan di taman. Kadang-kadang dipotong-potong untuk tempat bunga, misalnya tanaman anggrek (Sastrapradja dan Afriastini, 1979). Sejak dulu tumbuhan paku telah dimanfaatkan oleh manusia terutama sebagai bahan makanan (sayuran). Dewasa ini pemanfaatannya berkembang sebagai material baku untuk pembuatan kerajinan tangan, pupuk organik dan tumbuhan obat (Amoroso, 1990).
Nilai ekonomi tumbuhan paku terutama terletak pada keindahannya dan sebagai tanaman hortikultura beberapa jenis Lycopodinae yang suka panas digunakan sebagai tanaman hias dalam pot, dan paku kawat yang merayap yang digunakan dalam pembuatan karangan bunga, sedang sporanya kecil-kecil yang mudah terbakar karena kandungannya akan minyak, sehingga dapat digunakan untuk menghasilkan kilat panggung (Polunin, 1990).   
II.8.  Hutan
Hutan merupakan masyarakat tumbuhan yang hidup pada suatu tempat   di mana terdapat hubungan timbal balik dengan lingkungannya. Salah satu sumberdaya alam yang perlu dikelola sebaik mungkin adalah hutan, sehingga dapat dimanfaatkan secara lestari baik oleh generasi masa kini maupun masa mendatang. Hal ini mempunyai peranan yang besar dalam kehidupan manusia, diantaranya sumber makanan, sumber air untuk mengatur tata air serta mencegah erosi dan banjir. Di samping dapat memberi konstribusi pada bidang pariwisata, hutan juga memberi arti yang sangat besar di bidang pendidikan, kebudayaan dan ilmu pengetahuan (Departemen kehutanan, 1989). Hutan ditempati oleh berbagai jenis tumbuhan diantaranya adalah paku-pakuan yang telah tersebar di seluruh dunia, tetapi terbanyak di daerah tropik lembab juga dipelihara secara ekstensif di kebun-kebun dan kamar kaca karena daunnya yang sangat menarik. Kebanyakan tumbuhan paku memiliki perawakan yang khas, hingga tidak mudah keliru dengan tumbuhan yang lain (Loveless, 1989).



III. PEMBAHASAN
Tumbuhan paku atau Pterydophyta tergolong tumbuhan Cormophyta kaena sudah memiliki akar, batang, dan daun sejati. Tumbuhan paku memiliki cara hidup yang bemacam-macam, ada yang saprofit, epifit, hidup di tanah, atau di air. Tumbuhan ini juga mengalami metagenesis seperti lumut tetapi bebeda pada fase yang dominant. Pada tumbuhan paku fase yang lebih dominan adalah pada fase sporofit dibandingkan dengan gametofit sehingga tumbuhan paku yang kita lihat sehari-hari merupakan fase sporofit. Pada umumnya, tumbuhan paku banyak hidup pada tempat lembap sehingga disebut sebagai tanaman higrofit. Pada hutan-hutan tropik dan subtropik, tumbuhan paku merupakan tumbuhan yang hidup di permukaan tanah, tersebar mulai dari tepi pantai sampai ke lereng-lereng gunung, bahkan ada yang hidup di sekitar kawah gunung berapi. Secara umum, ciri-ciri tumbuhan paku mempunyai: lapisan pelindung sel yang terdapat di sekeliling organ reproduksi, embrio multiseluler yang terdapat di dalam arkegonium, lapisan kutikula pada bagian luar tubuh, sistem transportasi internal yang berfungsi sebagai pengangkut air dan zat-zat mineral dari dalam tanah, struktur tubuh terdiri atas bagian-bagian akar, batang dan daun, akarnya berupa rizoid yang bersifat seperti akar serabut dengan ujung dilindungi kaliptra, batangnya pada umumnya tidak tampak (kecuali tumbuhan paku tiang) karena terdapat di dalam tanah berupa rimpang, menjalar, atau sedikit tegak, daunnya yang muda umumnya melingkar atau menggulung.



Berdasarkan bentuk, ukuran dan susunan daunnya, tumbuhan paku dapat dibedakan menjadi: daun mikrofil (daun kecil), berbentuk seperti rambut atau sisik, tidak bertangkai dan bertulang daun serta belum memperlihatkan diferensiasi sel. Daun makrofil (daun besar), ukurannya besar, bertangkai, bertulang daun, dan bercabang-cabang serta sel-selnya sudah terdiferensiasi dengan baik. Berdasarkan fungsinya, daun tumbuhan paku dapat dibedakan menjadi: Daun tropofil, daun yang khusus sebagai tempat berlangsungnya fotosintesis, daun sporofil, daun yang berfungsi sebagai penghasil spora.


Spora dibentuk di dalam sporangium (kotak spora) yang terkumpul di dalam suatu badan yang disebut sorus yang terletak di bawah permukaan daun sporofil, berupa bintik-bintik kuning, cokelat, atau cokelat kehitaman. Swaktu masih muda, sorus dilindungi oleh selaput tipis yang disebut indisium.
Reproduksi tumbuhan paku berlangsung secara metagenesis. Reproduksi vegetatif dengan spora haploid (n) yang dihasilkan oleh tumbuhan paku. Jadi, tumbuhan paku merupakan tumbuhan dalam fase sporofit (penghasil spora). Reproduksi generatif terjadi melalui peleburan antara spermatozoid dan ovum yang dihasilkan oleh protalium. Jadi, protalium yang berbentuk talus merupakan fase gametofit (penghasil gamet).



Pemanfaatan tumbuhan paku dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Subdivisi Psilopsida


Subdivisi Psilopsida merupakan jenis tumbuhan paku sederhana dan hanya memiliki dua genus yang hidup tersebar luas di daerah tropik dan subtropik. Termasuk tumbuhan paku homospora dan sudah hampir punah. Pada generasi sporofit, jenis tumbuhan paku ini mempunyai ranting yang bercabang-cabang dan tidak memiliki akar dan daun. Sebagai pengganti akar, jenis tumbuhan paku ini memiliki akar yang diselubungi rambut-rambut kecil yang disebut rizoid dan belum memiliki jaringan pengangkut. Contohnya adalah Psilotum nudum.


2. Subdivisi Lycopsida 



Disebut juga sebagai paku kawat atau paku rambut. Anggota kelompok ini memiliki daun kecil-kecil dan tidak bertangkai. Tumbuhan paku ini termasuk paku yang hterspora. Hidup sebagai epifit di daerah tropis. Contohnya adalah Lycopodium cernuum (paku kawat) dan Selaginella (paku rane). Contoh-contoh paku kawat: Lycopodium cernuum: digunakan sebagai hiasan dalam karangan bunga. Dan Lycopodium clavatum: sporanya menghasilkan bahan-bahan untuk membalut pil dan batangnya merupakan bahan obat-obatan
3. Subdivisi Sphenopsida



Dikenal sebagai paku ekor kuda dengan sporofit yang cukup mencolok. Gametofitnya berkembang dari spora berukuran sangat kecil, dapat berfotosintesis serta hidup secara bebas. Spora haploid dihasilkan di dalam sporangium secara meiosis. Sphenopsida termasuk paku peralihan. Umumnya memiliki batang bercabang dan beruas-ruas. Daunnya kecil seperti selaput halus, tunggal dan tersusun melingkar. Batangnya berwarna hijau yang mengandung klorofil untuk fotosintesis. Contohnya adalah Equisetum debile (paku ekor kuda).
Paku ekor kuda tumbuh di tempat-tempat basah yang letaknya agak tinggi dari permukaan air. Batangnya mengandung zat kersik dan abunya dapat dijadikan bahan penggosok. Batang paku ekor kuda juga dapat digunakan sebagai bahan obat-obatan.
Secara umum tumbuhan paku ini biasa dimanfaatkan bagi kepentingan manusia. Jenis tumbuhan paku yang dapat dimanfaatkan yaitu semanggi (Marsilea crenata) dimakan sebagai sayur, paku rane (Selaginella plana) sebagai obat untuk menyembuhkan luka, Paku sawah (Azolla pinnata) sebagai pupuk hijau tanaman padi di sawah, suplir (Adiantum cuneatum) dan paku rusa (Platycerium bifurcatum) sebagai tanaman hias.
4. Subdivisi Pteropsida




Dikenal sebagai pakis menurut pengertian kita sehari-hari. Banyak ditemukan di daerah hutan tropis dan subtropis. Memiliki daun yang lebih besar dibandingkan dengan subdivisi lainnya dan dibedakan menjadi dua macam yaitu megafil dengan sistem percabangan pembuluh dan mikrofil yaitu daun yang tumbuh dari batang yang mengandung untaian tunggal jaringan pengangkut. Daunnya yang masih muda menggulung pada ujungnya dan sporangium terdapat pada sporofil. Contohnya adalah Adiantum cuneatum (suplir), Marsilea crenata (semanggi), dan Asplenium nidus (paku sarang kuda). Jenis-jenis paku ini sering digunakan sebagai tanaman hias.
Tumbuhan paku memiliki beberapa nilai ekonomis bagi kehidupan manusia, antara lain sebagai Tanaman hias, contohnya suplir dan paku ekor kuda, untuk sayuran, misalnya semanggi dan beberapa jenis daun tumbuhan paku yang masih muda, bahan obat-obatan, misalnya paku kawat, sebagai pupuk hijau, mislanya Azolla pinnata yang bersimbiosis dengan Anabaena azollae (ganggang hijau-biru) dapat mengikat nitrogen bebas dari udara.



IV. PENUTUP
IV.1 Simpulan
           
Dari hasil pembahasan dapat ditarik suatu kesimpulan yaitu manfaat dari tanaman paku ini masi sangat kurang yang diketahui secara pasti, adapun manfaat yang telah diketahui dari sebahagian kecil tumbuhan paku yaitu tanaman paku biasa digunakan sebagai bahan obat, tanaman hias dan sayur.
IV.2 Saran
Mengingat akan banyaknya kekurangan dalam penulisan makalah ini, sehingga penulis mengharapkan kritik dan sarannya untuk penyempurnaan dalam penulisan dan penyusunan makalah ini.